Sejarah

Sejarah Pulau Tidung
Pulau Tidung merupakan pulau terbesar dalam gugusan pulau-pulau yang ada di Kepulauan Seribu. Pulau hunian penduduk ini memiliki luas sekitar 109 ha dengan populasi sekitar 5000 jiwa. Nama Pulau Tidung berasal dari kata Tidung (dalam aksen penduduk setempat pada waktu itu), yang artinya tempat berlindung, karena pulau ini sering dijadikan sebagai tempat untuk berlindung dari bajak laut atau perompak,Maka Pulau ini dinamakan Pulau Tidung yaitu pulau untuk tempat berlindung.
Menurut Buku Sedjarah Djakarta, yang terbit tahun 1960 atau 1970-an diceritakan, ketika Fatahillah menyerbu Portugis di Malaka, ia menggunakan pulau-pulau di teluk Jakarta ini sebagai basis mengatur strategi pada zaman dahulu, salah satunya adalah Pulau Tidung.
Berdasarkan keterangan penduduk setempat, Pulau Tidung mulai dihuni oleh penduduknya sekitar tahun 1920-an. Pada waktu itu ada seorang penjaga pulau yang didatangkan dari Rawa Belong, Jakarta Barat. Pada tahun 1942 ( saat penjajah Jepang datang ke Indonesia) penduduk Pulau Tidung sempat diungsikan ke daerah Tegal Alur Jakarta Barat. Pengungsian tersebut berlangsung selama tiga tahun, hingga tahun 1945, kemudian penduduk tersebut dapat kembali ke pulau Tidung setelah Penjajahan Jepang lengser.
Kini Pulau Tidung menjadi pusat Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan yang membawahi 3 Kelurahan antara lain: Kelurahan Pulau Pari, Kelurahan Pulau Untung Jawa dan Kelurahan Pulau Tidung
Pulau Tidung terhampar membujur panjang dari barat ke timur dan menjadi 2 bagian (Tidung Besar & Tidung kecil) mempunyai Objek- objek yang dapat dikunjungi seperti:
Jembatan penghubung antara Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Para pengunjung menamai jembatan ini “jembatan cinta”. Lokasi ini paling banyak didatangi wisatawan. Jembatan yang panjangnya sekitar 2.5 km ini terkesan eksotik dan menawan. Apalagi pada saat “sunrise” & “sunset” tiba. Para wisatawan berlomba menuju jembatan untuk berfoto- foto menikmati keindahannya atau mengabadikannya dengan berfoto- foto.
Pantai Tanjongan Timur. Pantai ini tepat didepan Jembatan penghubung. Banyak wisatawan yang menghabiskan waktu dipantai ini, selain pasirnya yang putih, disini juga banyak tenda- tenda kecil penjual makanan atau tempat duduk untuk sekedar minum atau nongkrong. Bagi wisatawan yang berlibur dengan keluarga, pantai ini sangat cocok bermain dan renang di sekitar pantai ini.
Lapangan Volly. Lapangan ini tepat berada di dekat pantai jembatan penghubung, kegiatan ini cocok sekali untuk wisatawan yang senang berolah raga atau hanya untuk bersenang- senang menghabiskan waktu dengan bermain volley.
Pantai Tanjung Barat. Pantai ini terletak di ujung pulau Tidung besar sebelah barat & kurang dikenal oleh wisatawan. Pantai ini dikunjungi sedikit wisatawan karena sepi. Namun pantai ini sangat indah apabila dan mengagumkan ketika matahari terbenam. Bagi wisatawan yang tidak menyukai keramaian, pantai inilah yang tepat untuk menikmati keindahan sunset.
Pelabuhan Betok. Terletak di sebelah timur selatan Tidung besar, Pelabuhan ini merupakan pelabuhan inti tempat kapal- kapal bersandar dan juga sebagai pelabuan tempat hilir mudik para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Tidung. Pelabuhan Betok juga bisa dijadikan sebagai lokasi untuk memancing tanpa pergi jauh menggunakan kapal traditional. Di pelabuhan ini terdapat bangku- bangku panjang yang biasa digunakan wisatawan untuk menghabiskan malam dengan bermain gitar selain memancing dimalam hari.
Pulau Tidung Kecil. Pulau ini tidak berpenduduk, meskipun terdapat kantor Dinas Pertanian didalamnya. Pulau ini masih terlihat alami dan hijau dikelilingi pohon kelap. Di sebelah timur pulau ini terdapat sebuah makam yang dipercaya sebagai makam Panglima Hitam.Pulau ini menjadi ramai wisatawan sejak jembatan penghubung dibangun. Pulau ini juga bisa digunakan untuk area kemping bagi para petualang.

Sejarah Suku Tidung
Warga Pulau Tidung Nikmati Budaya Suku Tidung
Senin, 4 Juli 2011 | 06:08 WIB

Warga yang hadir tampak antusias menyaksikan tari dan musik tradisional dalam acara ramah tama. Acara ini merupakan rangkain akhir dari prosesi pemindahan makam Raja Pandita yang dilaksanakan siang tadi.

"Masyarakat Pulau Tidung dan masyarakat kalimantan masih satu rumpun, jadi pagelaran tari-tarian ini untuk mengenalkan warga Pulau Tidung terhadap budaya leluhurnya," ungkap Sahabudin (48) cucu Pangeran Sukma sepupu Raja Pandita.

Kedepannya, kata dia, acara seni budaya ini akan diadakan tiap tahun dan warga Pulau Tidung akan dilatih tarian-tarian asal Kalimantan. " Tarian Jepen, Tarian Tunggal Kenya, Tarian Dayak Dondaya, dan Tarian Ngerani yang nantinya akan dikembangkan di pulau ini,"ungkapnya.

Sementara itu Ajwar Hamid (30) salah seorang warga mengungkapkan, seni dan budaya ini harus dipelajari sehingga warga Pulau Tidung dapat mengenal lebih jauh tentang budaya leluhur. "Harus dipelajari, karena sebagain dari kita berasal dari sana (Kaltim)," ungkapnya. (zaini/bpsc)

Makam Raja Pandita Jadi Aset Wisata Sejarah
Minggu, 3 Juli 2011 | 10:53 WIB

Bupati Kepulauan Seribu Achmad Ludfi yang menerima penyerahan kerangka Raja Pandita dari Bupati Malinau Yansen TP menyambut baik dan akan berupaya makam bangsawan Suku Tidung ini akan dilestarikan. Bahkan, Ludfi berencana akan menjadikan makam yang terdapat di dalam sebuah bangunan terletak di lahan TPU Pulau Tidung ini menjadi aset sejarah.

"Makam ini akan menjadi aset sejarah, Kami akan lestarikan dan tempatkan pada pososi yang tepat seperti kebanyakan orang Suku Tidung menempakannya sebagai raja dan pahlawan," jelas bupati usai acara serah terima kerangka Raja Pandita dari Bupati Malinau, Kaltim, di Pulau Tidung, Ahad (3/7).

Bahkan, kata dia, dengan keberadaan makam seorang raja akan menambah daya tarik wisata di Pulau Tidung, tentunya wisata yang berbasis sejarah dan budaya. "Kita tidak menyangka di Pulau Tidung terbaring orang besar yang memiliki banyak jasa dan Kepulauan Seribu sangat beruntung mejandi tempat peristirahat terakhirnya," ungkapnya.

Bupati Malinau Yansen TP mengatakan, Raja Pandita merupakan sosok yang sangat dihormati baik di Kabupaten Malinau maupun di derah sekitarnya. Menurut dia, Raja pandita adalah figur raja yang memiliki komitmen dan tulus dalam memperjuangkan kehormatan daerahnya. "Dia ikhlas bekorban demi daerahnya, kita sebagai penerus patut menghormati dan menjadikannya sebagai pahlawan," kata Yansen.

Atas jasa yang telah dilakukannya, kata dia, nama Raja Pandita saat ini telah diabadikan sebagai nama Batalyon Infantri Kabupaten Malinau yakni dengan sebutan Batalyon Infantri 0614 Raja Pandita. "Kita juga menggunakan namanya sebagai nama jalan protokol di Kabupaten Malinau yakni Jalan Raja Pandita," jelas Yansen setelah melakukan penandatanganan prasasti makam Raja Pandita.

Diharapkan, sambung Yansen, prosesi pemindahan makam Raja Pandita di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, ini menjadi cikal bakal berkembangnya keselarasan budaya dan tradisi antara Kabupaten Malinau dengan Kabupaten Kepulauan Seribu. "Erat kaitan persaudaraan anatar Malinau dengan Kepulauan Seribu khususnya Pulau Tidung. Semoga kedepannya di kedua wilayah akan terbangun keselarasan budaya ," kata bupati. (furqon/zaini/bpsc)

Ratusan Warga Iringi Pemindahan Makam Raja Suku Tidung
Minggu, 3 Juli 2011 | 10:08 WIB

Pemindahan makam bangsawan Suku Tidung yang wafat tahun 1898 dalam usia 81 tahun ini berlangsung hidmat dan prosesi pemindahan diiringi ratusan warga baik yang sengaja datang dari Kabupaten Malinau dan sekitarnya maupun warga pulau setempat.

Bahkan, pemindahan makam raja yang gigih menentang imprialisme Kolonial Belanda dimasanya ini hingga diasingkan ke Batavia atau Jakarta saat ini atau tepatnya di Pulau Tidung, dihadiri sejumlah pejabat penting di Pemerintahan Daerah Kabupataen Malinau dan daerah sekitarnya.

Sedangkan dari Kabupaten Kepulauan Seribu sebagai tuan rumah dihadiri oleh Bupati Kepulauan Seribu Achmad Ludfi yang didampingi camat dan lurah setempat.

Prosesi dimulai dengan menggali makam Raja Pandita beserta makam istri bernama Thea dan anaknya Hamidun. Menggunakan adat dan tradisi Suku Tidung, kerangka ketiganya dibawa menuju lahan pemakaman baru yang berbentuk bangunan selauas 9x25 meter persegi di lahan (TPU) Pulau Tidung.

Dalam Iring-iringan pemindahan, empat anggota Batalyon Infantri 0614 Raja Pandita Kabupaten Malinau memimpin barisan, berikutnya barisan enam pasukan perang Suku Tidung dengan senjata tradisional, lalu barisan laskar Tidung menempati barisan ketiga tepat di depan tiga keranda yang berisi tulang Raja Pandita, Thea, dan Hamidun. (furqon/zaini/bpsc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar